Jadi, weeks ago pas lagi kelompokan di perpustakaan nemu buku yang menurut gue menarik. I showed it to my friends and their reaction was like bleh, bahas ginian lagi rek. Haha maafkan ya temans:"D
Judul bukunya sih Human Intimacy: Marriage, The Family and Its Meaning oleh Frank D. Cox, ini adalah inset 1-2 yang ada pada halaman 20 di buku tsb. I don't know why it catch my attention (nope) (i know but yeah). Dan aku mencoba untuk menerjemahkan.
Untuk mencari dan menemukan keintiman dengan yang lain
memiliki manfaat yang besar. Tapi orang cenderung menghindari keintiman dengan
banyak alasan. Untuk membuka diri terhadap keintiman juga berisiko tersakiti. Bagaimana
jika kita membuka diri kepada orang lain, mempercayai mereka akan melakukan hal
yang sama, tapi nyatanya tidak? Masing-masing dari kita mungkin pernah
mengalami hal yang seperti itu. Siapa yang belum pernah menyukai orang lain dan
ditolak? Kita mungkin sekarang bisa menertawakan kegagalan kita dengan
keintiman diawal (kita biasa menyebutnya cinta monyet), tapi setiap kegagalan
yang kita dapat, kita menjadi lebih berhati-hati dan was-was.
Rasa takut untuk kehilangan adalah salah satu penghalang
terbesar bagi keintiman. Setiap kali kita tersakiti, kita menjadi lebih sulit
untuk terbuka, percaya dan peduli dengan hubungan baru. Untuk menjadi yang
pertama dalam mengungkapkan perasaan, untuk mengatakan “Aku suka padamu” atau “I
love you” membuka kemungkinan untuk ditolak. Langkah pertama menuju hubungan
yang lebih intim sangat sulit terutama bagi mereka yang insecure dan kurang
rasa percaya diri. Untuk membangun hubungan yang intim, seseorang harus akrab,
menerima dan nyaman dengan dirinya. Sampai dalam satu poin jika kita tidak
seperti itu, kita akan memiliki ketakutan untuk menjalin hubungan yang intim.
Keintiman menuntut keterlibatan secara aktif dengan yang
lain. Seringnya peran penonton pasif lebih nyaman karena kita diberi kenyamanan
itu. Masyarakat kita mengajarkan kita menjadi penonton melalui televise. Masyarakat
cenderung membuat kita memaikan peran untuk selalu menyenangkan orang lain dan
mengingkari perasaan kita sendiri. Kita harus melihat bagaimana keintiman
dihindari ketika kita secara stereotip memaikan peran maskulin dan feminine (contohnya,
pria macho tidak menangis atau menunjukkan kepedulian berlebih).
Kemarahan bisa menjadi penghalang lainnya untuk keintiman
jika tidak ditangani secara terbuka. Ketika kita melarang, menolak dan
menyamarkan kemarahan itu kita tidak menyelesaikannya. Malah kemarahan itu akan
menjadi bibit-bibit permusuhan. Pastilah kita pernah marah dengan orang yang
kita sayang. Tapi kemarahan yang dipendam terus menerus menjadi seperti bom
waktu yang jika waktunya nanti dapat merusak keintiman. Ingatlah bahwa
keintiman memerlukan keterbukaan kedua belah pihak. Kemarahan yang dipendam
membuat kita lebih tertutup. Dan kemarahan yang terpendam juga menindikasikan
kurangnya rasa percaya pada pasangan. Tanpa rasa percaya tak akan ada
keintiman.
Rasa takut akan penolakan, tidak menerima diri sendiri,
peran penonton dan kemarahan yang terpendam adalah empat penghalang utama
keintiman.
1 komentar:
AACCK! bagus banget :'))) penasaran sama bukunya....
Posting Komentar